Senin, 19 April 2010

TANDA-TANDA HATI YANG SAKIT DAN YANG SEHAT

Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,

Penerjemah: Ainul Haris Umar Arifin

Judul Asli:

Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan

Penerbit: Daar Ibnul-Jauzi

Ketahuilah, hati yang sakit adalah hati yang mengelak dari pen-ciptaannya semula, yakni untuk mengetahui Allah, mencintai-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, kembali kepada-Nya dan mengutamakan semua-nya itu atas segala syahwat. Seandainya seorang hamba mengetahui segala sesuatu, tetapi dia tidak mengetahui Tuhannya, maka seakan-akan dia tidak mengetahui sesuatu. Seandainya ia mendapatkan semua dunia, kenikmatan dan syahwatnya, tetapi tidak memiliki cinta kepada Allah dan rindu kepada-Nya, maka seakan-akan ia tidak mendapatkan kelezatan, kenikmatan dan penyejuk hati sama sekali. Bahkan jika hati kosong dari hal itu maka berbagai kenikmatan dan kelezatan dunia itu akan berbalik menjadi siksa baginya. Ia menjadi tersiksa dengan sesuatu yang ia diberi nikmat dengannya dari dua sisi:

Dari sisi penyesalan karena kehilangan cinta-Nya, dan bahwa ia di-halangi daripada-Nya, sementara ruhnya demikian kuat bergantung pada-Nya. Juga dari sisi kehilangan sesuatu yang lebih baik, lebih bermanfaat dan lebih kekal baginya. Ia tidak mendapatkan apa-apa; yang dicintainya sekarang hilangdan yang mesti ia cintai, yang ia lebih agung, ia tidak mendapatkan.

Setiap orang yang mengetahui Allah pasti mencintai-Nya, serta mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Tidak akan berpengaruh kecinta-annya kepada hal-hal lain. Sebab, siapa yang mengutamakan kecintaan kepada sesuatu yang lain, maka berarti hatinya sakit. Sebagaimana lambung, jika ia membiasakan dan mengutamakan makanan-makanan yang buruk daripada yang baik maka seleranya kepada makanan yang baik akan hilang dan akan berganti dengan kecintaan kepada selainnya.

Terkadang hati sakit parah, tetapi pemiliknya tidak sadar diri, kare-na dia sibuk dan berpaling dari mengetahui kesehatan hati dan sebab- sebab penyakitnya. Bahkan terkadang hati itu telah mati dan pemiliknya tidak menyadari kematiannya. Dan tanda-tanda hal demikian adalah, ia tidak merasa sakit dengan luka-luka keburukannya, juga tidak menya-kitkannya kebodohannya terhadap kebenaran dan aqidahnya yang batil. Sebab jika hati memiliki kehidupan akan merasa sakit dengan datangnya keburukan, akan sakit karena kebodohannya terhadap kebenaran, se-suai dengan tingkat kehidupan hatinya

.

"Dan tidaklah mayat merasa sakit karena terluka" 1

Terkadang, ia merasakan hatinya sakit, tetapi ia tidak kuat menang-gung pahitnya obat serta untuk bersabar atasnya, sehingga ia lebih memilih tetap berada dalam sakitnya daripada menanggung beratnya obat. Obatnya adalah menyelisihi hawa nafsu, dan itu merupakan sesua-tu yang paling sulit bagi jiwa, padahal tidak ada sesuatu yang lebih ber-manfaat dari melakukan hal itu.

Terkadang pula, ia berusaha keras untuk bersabar, tetapi keinginan-nya yang kuat itu kemudian hilang, dan ia pun tidak melanjutkan niatnya karena lemahnya ilmu, pengetahuan dan kesabarannya. Seperti orang yang masuk dalam suatu jalan yang menakutkan yang mengantarkannya pada keamanan. Dan dia mengetahui, jika ia bersabar atasnya, maka ketakutan itu akan segera berakhir dan berganti dengan keamanan. Dia menghajatkan pada kekuatan kesabaran dan keyakinan terhadap apa yang dijalaninya. Dan ketika kesabaran dan keyakinannya melemah, maka dia pun akan kembali dari jalan tersebut, dan tak kuat menanggung kesulitannya, apalagi jika tidak ada kawan yang mengiringinya, ia ngeri dengan kesendiriannya, sehingga menjadikannya bertanya-tanya, "Ke manakah orang-orang itu? Saya ingin mengikuti jejak mereka!" Demi-kianlah yang terjadi pada kebanyakan makhluk, dan itulah yang meng-hancurkan dirinya.

Orang yang berilmu dan jujur tidak merasa ngeri karena sedikitnya teman, juga tidak merasa kehilangan mereka, jika hatinya telah merasa ditemani oleh orang-orang salaf terdahulu, yang Allah telah memberi nikmat atas mereka yang terdiri dari para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada' dan orang-orang shalih lainnya, dan mereka itulah sebaik-baik teman. Bahkan kesendirian seorang hamba di jalan pencariannya, menunjukkan kejujuran apa yang dicarinya.

Suatu kali, Ishak bin Rahuyah ditanya tentang suatu masalah, dan beliau pun menjawab, lalu dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya sau-daramu Ahmad bin Hambal mengatakan dalam masalah tersebut sama dengan apa yang Anda katakan." Beliau lalu menjawab, "Saya tidak memperkirakan (sebelumnya) bahwa seseorang menyepakatiku dalam hal tersebut."

la tidak merasa ngeri, setelah tampak baginya kebenaran hanya karena tidak ada yang menyepakatinya. Sebab kebenaran itu jika sudah tampak dan jelas, ia tidak memerlukan orangyang menjadi saksi atas-nya. Dan hati melihat kebenaran sebagaimana mata melihat matahari. Jika seseorang dengan ilmu dan keyakinannya melihat matahari maka ia tidak memerlukan orang yang bersaksi dan menyepakati atas hal tersebut.

Dan alangkah baik apa yang dikatakan oleh Abu Muhammad Abdur-rahman bin Ismail yang terkenal dengan nama Abu Syamah dalam latabnya Al-Hawadits wal Bida 2

"Kita diperintahkan untuk menetapi jama'ah. Dan maksudnya adalah menetapi dan mengikuti kebenaran, meskipun yang berpegang teguh dengannya hanya sedikit dan yang menentangnya sangat banyak. Karena kebenaran adalah apa yang ada pada jama'ah yang pertama pada masa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Dan tak menjadikan masalah banyaknya para ahli bid'ah sesudah mereka."

Amr bin Maimun Al-Audi berkata, "Saya berteman dengan sahabat Mu'adz di Yaman. Aku tidak pernah berpisah dengannya hingga aku ikut menguburkannya di Syam. Setelah itu, aku berteman dengan seorang yang paling dalam ilmunya, Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu. Aku pernah mendengar beliau berkata, 'Hendaknya kalian senan-tiasa bergabung dengan jama'ah, karena sesungguhnya Tangan Allah bersama jama'ah.' Lalu suatu hari, aku juga mendengar beliau berkata, 'Akan datang pada kalian para pemimpin yang mengakhirkan shalat dari waktunya. Tetapi shalatlah kalian tepat pada waktunya, dan itulah shalat wajib bagimu, kemudian shalatlah bersama mereka, karena yang itu adalah nafilah (sunat).' Ia berkata, 'Aku bertanya, Wahai para sahabat Muhammad! Kami tidak mengerti apa yang kalian bicarakan pada kami.'

la bertanya, 'Masalah apakah?' la berkata, 'Kalian memerintahkan kami bergabung dengan jama'ah padahal dia adalah nafilah?' la berkata, Wahai Amr bin Maimun, dahulunya aku kira kamu adalah orang yang paling dalam ilmunya di negeri ini. Tahukah kamu apakah jama'ah itu?' Aku menjawab, Tidak.' la berkata, 'Sesungguhnya jama'ah ada-lah orang-orang yang memisahkan diri dari jama'ah.Jama'ah adalah mereka yang sesuai dengan al-haq, meskipun Anda sendirian'3

Dan di suatu jalan lain, "la memukul pahaku seraya berkata,

'Celaka-lah kamu! Sesungguhnya jumhur manusia memisahkan diri dari jama'ah. Dan sesungguhnya jama'ah adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla'."

Nu'aim bin Hammad berkata, "Yakni, jika jama'ah telah rusak maka hendaknya kamu bersama jama'ah yang sebelum rusak, meskipun engkau sendirian, karena waktu itu engkau adalah jama'ah."

Al-Hasan Al-Bashri berkata, "As-Sunnah -demi Dzat yang tiada Tuhan yang berhak disembah selain-Nya- adalah antara yang berlebihan dan yang meremehkan. Karena itu bersabarlah kalian atasnya, semoga Allah merahmati kalian. Karena sesungguhnya Ahlus-Sunnah adalah golongan yang minoritas pada masa lampau, dan mereka juga golongan minoritas pada masa yang akan datang. Yaitu orang-orang yang tidak hanyut bersama orang-orang yang boros dengan keborosan mereka, juga tidak bersama para ahli bid'ah dengan bid'ah mereka. Mereka bersabar atas Sunnah mereka hingga bertemu dengan Tuhan mereka. Demikianlah insya Allah, karena itu hendaknya kalian seperti demiki-an."

Dan Muhammad bin Aslam Ath-Thusi,4 seorang imam yang dise-pakati keimamahannya -dengan segala tingkatannya- adalah seorang yang paling dekat mengikuti Sunnah pada zamannya, bahkan hingga ia berkata, "Tidaklah sampai kepadaku suatu Sunnah dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kecuali aku mengamalkannya. Dan aku telah berusaha keras untuk bisa thawaf di Ka'bah dengan menunggang, tetapi aku belum bisa melakukannya."

Sebagian ahli ilmu ditanya pada zamannya tentang as-sawadul a'zham (golongan terbanyak), sebagaimana disebutkan dalam hadits, "Jika orang-orang berselisih maka hendaknya kalian bersama golongan yang terbanyak. 5

Maka Muhammad bin Aslam Ath-Thusi berkata, "la adalah as-sawadul a'zham.6

Dan demi Allah, itu adalah benar. Karena suatu zaman jika di dalam-nya terdapat orang yang mengetahui Sunnah serta mengajak kepadanya maka itu adalah hujjah, dan itu adalah ijma', dan itulahas-sawadul a'zham, itu pulalah jalan orang-orang Mukmin yang jika seseorang memisahkan diri daripadanya dan mengikuti selainnya, niscaya Allah akan memalingkannya sesuai dengan yang dikehendakinya dan mema-sukkannya ke dalam Neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali7

Maksudnya, di antara tanda-tanda hati yang sakit yaitu ia berpaling dari makanan yang bermanfaat dan sesuai kepada makanan yang membahayakan, serta ia berpaling dari obat yang bermanfaat kepada penyakit yang berbahaya. Dari sini kita dapatkan empat unsur: Makanan yang bermanfaat, obat yang menyembuhkan, makanan yang membaha-yakan, dan obat yang menghancurkan.

Hati yang sehat akan mengutamakan sesuatu yang bermanfaat dan menyembuhkan daripada sesuatu yang membahayakan, sedangkan hati yang sakit akan memilih hal yang sebaliknya.

Dan makanan yang paling bermanfaat adalah makanan iman, dan obat yang paling bermanfaat adalah obat Al-Qur'an. Dan pada keduanya terdapat makanan dan obat.

Dan di antara tanda-tanda sehatnya hati juga adalah ia berpindah dari dunia ini hingga singgah di akhirat dan diam di dalamnya. Bahkan seakan-akan ia adalah penduduk dan putera akhirat. Ia datang ke dunia ini sebagai orang asing yang mengambil keperluannya, lalu kembali lagi ke tanah airnya, sebagaimana disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Abdullah bin Umar,

"Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang berada dalam perjalanan, dan anggaplah dirimu (salah seorang) di antara penduduk kuburan.8

"Marilah singgah ke surga-surga 'Aden, sesungguhnya ia adalah tetn-pat-tempat persinggahanmu yang pertama, dan di dalamnya kamu berteduh.

Tetapi kita ini adalah tawanan musuh, apakah engkau mengira bah-wa kita akan kembali ke tanah air kita dan kita selamat?"9

Dan setiap kali hati sembuh dari sakitnya maka ia akan berpindah ke akhirat dan dekat dengannya, sehingga ia menjadi di antara penduduknya. Sebaliknya, setiap kali hati sakit maka ia akan mengutamakan dunia dan menjadikannya sebagai tanah airnya, sehingga ia menjadi di antara penduduknya.

Dan di antara tanda-tanda sehatnya hati adalah ia senantiasa menyadarkan pemiliknya agar kembali kepada Allah, merendahkan diri di hadapan-Nya serta bergantung kepada-Nyasebagaimana bergantung-nya pecinta kepada yang dicintainya, yang tiada kehidupan baginya, tidak pula kemenangan, kenikmatan dan kebahagiaan kecuali dengan ridha, kedekatan dan kasih sayang-Nya. Dengan-Nya ia menjadi tenang dan sentosa, kepada-Nya ia berteduh, dengan-Nya ia gembira, kepada-Nya ia bertawakal, dengan-Nya pula ia percaya, kepada-Nya ia meng-harap dan karena-Nya ia takut.

Maka mengingat-Nya adalah makanan dirinya, sedang kecintaan dan kerinduan pada-Nya adalah kehidupan, kenikmatan, kelezatan dan kebahagiaannya. Sebaliknya, berpaling kepada selain-Nya adalah penya-kitnya dan kembali kepada-Nya adalah obatnya.

Jika ia telah mencapai kepada Tuhannya maka ia tenang dan ten-tram, sirnalah kegundahan dan kesedihannya, dan keperluannya pun menjadi terpenuhi. Karena sesungguhnya di dalam hati terdapat hajat yang tidak dapat dipenuhi oleh sesuatu pun kecuali oleh Allah. Di dalam-nya terdapat ketidak teraturan, dan tak ada yang dapat menyatukannya kembali kecuali dengan menghadap kepada-Nya. Di dalamnya terdapat penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan ikhlas dan beribadah kepada-Nya semata.

Maka hati yang sehat akan senantiasa mengingatkan pemiliknya sehingga ia bisa tenang dan tentram bersama Tuhan, Dzat yang disem-bahnya. Dan kala itu ia pun bisa mengendalikan ruh kehidupannya, merasakan nikmatnya, dan ia selanjutnya memiliki kehidupan yang lain dari kehidupan orang-orang yang lalai dan berpaling dari masalah ini, yang karenanya ia diciptakan, surga dan neraka dijadikan, dan para rasul diutus serta kitab-kitab diturunkan. Dan seandainya tidak ada sesuatu balasan apa pun bagi manusia kecuali keberadaan hati yang sehat maka cukuplah hal itu sebagai balasan, dan cukuplah dengan kehilangannya sebagai suatu penyesalan dan siksaan.

Abul Hasan Al-Warraq berkata, "Kehidupan hati adalah dengan mengingat Dzat Yang Mahahidup yang tidak mati. Dan kehidupan yang sentosa adalah kehidupan bersama Allah, lain tidak."

Karena itu, kehilangan hidupnya hati bagi orang-orang yang menge-tahui Allah 64/ 'Arifin bi Allah)adalah lebih dahsyat daripada kematian. Karena kehilangan hidupnya hati berarti terputusnya diri dari kebenar-an, dan kematian adalah terputusnya seseorang dari makhluk, maka berapa masa keterputusan itu?

Yang lain berkata, "Siapa yang bergembira karena Allah maka setiap mata yang memandangnya akan gembira, dan siapa yang tidak ber-gembira karena Allah maka hatinya akan mengiris-iris urusan dunianya dengan berbagai penyesalan."

Yahya bin Mu'adz berkata, "Siapa yang senang dengan pengabdian kepada Allah maka segala hal akan senang mengabdi kepadanya. Dan siapa yang bergembira karena Allah maka setiap mata akan gembira memandang kepadanya."

Di antara tanda-tanda sehatnya hati yaitu, ia tidak terputus dari mengingat Tuhannya, tidak bosan mengabdi kepada-Nya, dan tidak senang kepada yang lain, kecuali terhadap orang yang menunjukinya ke jalan-Nya, mengingatkan dirinya serta mengulang-ulang perkara ini.

Termasuk tanda-tanda sehatnya hati adalah ia rindu untuk mengabdi kepada-Nya sebagaimana seorang yang lapar rindu kepada makanan dan minuman.

Di antara tanda-tanda sehatnya had juga adalah jika ia telah masuk shalat maka hilanglah kesedihan dan kegundahannya dalam urusan dunia, dan selesai daripadanya merupakan tekanan baginya, di dalamnya ia menemukan ketenangan dan kenikmatan, kegembiraan dan kese-nangan hatinya.

Termasuk tanda-tanda sehatnya hati adalah keinginannya hanya รข€¢satu, yaitu berada dalam ridha Allah. Di antara tanda-tandanya pula yaitu, ia lebih kikir dalam soal waktu jika ia terbuang percuma daripada orang yang paling kikir dalam urusan harta.

Termasuk tanda-tanda sehatnya hati yaitu, perhatiannya terhadap pelurusan amal lebih besardaripada perhatiannya terhadap amal itu sendiri. Karenanya, ia begitu tamak terhadap keikhlasan dalam amalnya, juga nasihat, mutaba'ah (peneladanan) rasul dan ihsan (berbuat baik). Dan itu ia barengi dengan persaksiannya atas karunia Allah yang agung terhadap dirinya, serta kekurangannya dalam memenuhi hak-hak Allah. Inilah enam perkara yang tidak akan dialami kecuali oleh hati yang hidup dan bersih.

Secara umum, had yang sehat yaitu had yang segenap keinginan-nya hanya untuk Allah, segenap cinta dan tujuannya hanya untuk Allah. Ia serahkan jiwa raganya untuk Allah, demikian pula dengan pekerjaan, tidur dan bangunnya untuk Allah. Pembicaraan-Nya (Kalamullah) dan berbicara tentang-Nya adalah sesuatu yang paling ia ingini dari semua bentuk pembicaraan, dan dalam benak dan pikirannya penuh dengan keridhaan dan kecintaan pada-Nya.

Khalwat (menyendiri) lebih ia utamakan daripada bercampur-baur dengan masyarakat, kecuali jika hal itu merupakan sesuatu yang di-cintai, diridhai dan disayangi-Nya. Ketenangan dan ketentramannya adalah dengan-Nya. Maka setiap kali ia mendapatkan dirinya berpaling kepada selain-Nya, ia akan segera membaca firman-Nya,

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya."(Al-Fajr: 27-28)

.

Ia mengulang-ulang khithab (panggilan) itu agar ia mendengarnya dari Tuhannya kelak pada hari bertemu dengan-Nya. Maka menjadi terceluplah hatinya di hadapan Tuhan dan Sembahan-Nya dengan celup-an penyembahan. Sehingga menyembah baginya merupakan sifat dan kenikmatan baginya, tidak merupakan beban. Maka ia melakukan iba-dah itu dengan penuh cinta, kasih sayang dan taqarrub, sebagaimana seorang pecinta terhadap orang yang dicintainya dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya.

Setiap kali datang perintah atau larangan dari Tuhannya, ia merasa-kan suara hatinya berkata, "Aku sambut panggilan-Mu dan dengan setia menerima perintah-Mu, aku mendengar dan mentaati, dan dengan demikian Engkau telah memberikan anugerah kepadaku, dan segala puji kembali jua kepada-Mu."

Jika suatu kali musibah menimpanya, maka suara hatinya berkata, "Aku adalah hamba yang miskin dan fakir kepada-Mu, aku adalah ham-ba-Mu yang fakir, lemah dan miskin, sedangkan Engkau adalah Tuhanku yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. Tidak ada kesabaran bagiku jika Engkau tidak memberiku kesabaran. Tidak ada kekuatan bagiku kecuali jika Engkau menguatkanku, tidak ada tempat berlindung dari-Mu kecuali kepada-Mu jua, tidak ada tempat memohon pertolongan kecuali kepada-Mu, aku tidak bisa keluar dari pintu-Mu, dan tidak ada tujuan bagiku untuk lari dari sisi-Mu."

Maka semuanya terlemparkan di hadapan-Nya, bergantung sepe-nuhnya kepada-Nya, jika ia tertimpa sesuatu yang dibencinya ia berkata, "Ini adalah rahmat yang dihadiahkan kepadaku, dan obat bermanfaat dari Dokter yang mengasihi." Dan jika ia dipalingkan dari sesuatu yang dicintai ia berkata, "Ini adalah kejahatan yang dipalingkan daripadaku."

"Berapa banyak aku inginkan suatu hal, lalu Engkau pilihkan aku agar berpaling darinya. Dan Engkau masih senantiasa baik dan kasih sayang kepadaku."

Semua yang menimpanya, baik kesenangan maupun kesusahan membuatnya mendapat petunjuk jalan kepada-Nya, sehingga terbukalah pintu baginya untuk masuk kepada-Nya, seperti disebutkan dalam syair,

"Tidaklah menimpaku qadar yang kubenci atau kusenangi,

kecuali dengannya aku mendapat petunjuk jalan kepada-Mu.

Ketentuan-Mu itu berjalan bersama kerelaanku,

dan sungguh aku mendapatkan-Mu sebagai teman di dalam negeri."

Ya Allah, inilah segenap hati dan berbagai perasaan yang dikandung-nya, serta berbagai simpanannya yang lain. Dan bagi Allah rahasia-rahasianya yang baik, apalagi saat yang tersembunyi sedang diuji.

Demi Allah, telah diangkat untuk segenap hati sebuah bendera agung yang kemudian semua menuju kepadanya, sehingga menjadi teranglah jalan yang lurus dan mereka pun berada dalam jalan itu. Dan telah menyeru mereka selain apa yang dicarinya dan mereka tak me nyahutinya. Mereka memilih selain hal itu dan mengutamakan apa yang ada pada sisi-Nya.

FootNote

1) Lengkapnya, bait syair Mutanabbi itu adalah,

"Siapa yang lemah maka kelemahan itu gampang menguasainya.dan tidaklah mayat merasa sakit karena terluka." Lihat Diwan Al-Mutanabbi, (4/92-101, dengan syarh Al-'Akbari)

2) Judulnya adalah Al-Ba'its 'ala InkarilBida'walHawadits wal Qaulufihi, (hal. 19-20). Kemudian dinukil oleh Ibnu Abil 'Izz Al-Hanafi dalam Syarh Ath-Thahawiyah, (hal. 362). Abu Syamah meningeal pada tahun 665 H. Biografinya ada dalam Tadzkiratul Huffazh, (4/1460).

3) Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam As-Sunnah (no. 160). Lihat pula kitab saya Ad- Da'watu ila Allah..., (hal. 89-95). PasalAl-Jama'atuMushthalahun waBayan.

4) Meninggal pada tahun 242 H, biografinya dalam Siyaru A'lamin Nubala' (12/195)

5) Diriwayatkan Ibnu Majah (3950), Ibnu Abi Ashim (84), Al-Lalika'i (153) dari Anas dan sanad-nya dha'if sekali, di dalamnya terdapat Abu Khalaf Al-Makfuf, namanya Hazim bin Atha', ia tidak dianggap oleh segolongan ahli ilmu, dan Ibnu Ma'in mendustakannya.

6) KhilyatulAuliya', (9/238-239), dan dari jalan Adz-Dzahabi dalam As-Siyar' (12/196).

7) Sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat Al-Qur'anul Karim dalam surat An-Nisa': 15.

8) Hadits riwayat Al-Bukhari (11/199), dan baris kedua adalah lafazh Imam Ahmad

(4764) dan lainnya.

9) Dari qasidah pengarang kitab ini Rahimahullah, terdapat dalam kitabnya yang

bermanfaat Hadil Arwah ila Biladil Afrah, (hal.7). Sebagian penuntut ilmu telah

membukukannya secara tersendiri, kemudian menjelaskannya, dan kini telah

dicetak di Mesir.

0 komentar:

Posting Komentar